Artikel opini oleh Adit Bayu Kurniawan, Mahasiswa semester 3 Prodi Sistem Informasi, Kampus Institut Teknologi dan Bisnis Indobaru Nasional, Batam
Dalam era digital yang serba maju, muncul sebuah fenomena sosial yang dikenal sebagai “Brain Rot” atau degradasi kognitif telah menjadi subjek diskusi yang signifikan di berbagai platform media sosial. Fenomena ini bahkan menjadi “World of the Year” tahun 2024 oleh Oxford University Press (OUP) Inggris, yang menggambarkan kekhawatiran mengenai dampak dari paparan media sosial yang berlebihan terhadap pengguna nya.
Istilah “Brain Rot” terpilih sebagai pemenang setelah menduduki peringkat teratas dari lima kata lainnya, berdasarkan pilihan lebih dari 37.000 responden. Daftar kata yang diajukan oleh tim ahli OUP seluruhnya berkaitan dengan dialog publik. Penggunaan frasa “Brain Rot” mengalami peningkatan sebesar 230% antara tahun 2023 dan 2024.
Lalu, apa yang dimaksud dengan Brain Rot?
Brain Rot mengarah pada degradasi kognitif yang melibatkan penurunan kemampuan berfikir kritis, memori, dan fungsi eksekutif pada otak. Kondisi ini timbul akibat paparan berulang terhadap konten media sosial yang dinilai dangkal. Contoh dari konten prank, konten berdurasi pendek, atau konten yan tidak berbobot.
Mengapa Media Sosial Dapat Memicu Brain Rot?
Pada era digital saat ini media sosial dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua, di satu sisi mampu menyediakan akses terhadap informasi dan materi edukatif, namun di sisi lain penggunaan media sosial yang tidak terkontrol berpotensi menimbulkan dampak negatif. Konten singkat yang dirancang untuk kepuasan hiburan dapat membuat otak terbiasa dengan stimulasi yang cepat dan minimnya tuntutan untuk berpikir secara kritis maupun mendalam.
Bagaimana Pengaruh Brain Rot Terhadap Aktivitas Harian?
Fenomena Brain Rot berpotensi memengaruhi kondisi keseharian serta menurunkan kualitas hidup baik bagi individu maupun lingkungan sekitarnya. Berdasarkan penjelasan dari Psikolog Universitas IPB, Nur Islamiah, M.Psi., PhD, paparan terhadap jenis konten ini dapat menimbulkan sejumlah dampak, yaitu:
1. Kemerosotan kapasitas memori
2. Gangguan pada kemampuan pemusatan perhatian dan konsentrasi.
3. Terhambatnya pengembangan daya analisis yang mendetail.
4. Terbatasnya perkembangan kapabilitas berpikir kritis dan bernuansa kompleks
5. Kebutuhan akan pengakuan sosial.
Kesimpulan
Fenomena yang dikenal sebagai Brain Rot mengindikasikan efek buruk dari penggunaan media sosial secara berlebihan terhadap kapasitas penalaran, memori, dan kesejahteraan psikologis. Popularitas istilah ini yang terus bertambah menandakan adanya keprihatinan global mengenai paparan terhadap materi-materi yang dangkal, termasuk konten video singkat dan hiburan instan, yang berpotensi menurunkan fungsi kognitif.
Perilaku seperti scrolling zombies tanpa arah yang jelas, minimnya aktivitas fisik dan interaksi sosial, serta gangguan pola tidur dapat memperparah keadaan ini, yang selanjutnya mempengaruhi kemampuan fokus, konsentrasi, dan analisis yang mendalam. Upaya pencegahan memerlukan tindakan yang disengaja, seperti membatasi durasi penggunaan gadget, selektif dalam memilih materi konsumsi, mempertahankan gaya hidup yang sehat, dan melakukan pembersihan digital secara periodik.
Melalui pengelolaan diri dan adopsi rutinitas yang lebih baik, dampak merugikan dari Brain Rot dapat dikurangi, sehingga media sosial dapat tetap berfungsi sebagai platform yang konstruktif untuk edukasi dan komunikasi.
Jangan biarkan otak Anda “membusuk” karena konten tidak berkualitas! Pilih informasi yang membangun dan tetap jaga kesehatan mental Anda.